Dakon |
Kenapa berkesan bagiku? Ingatanku kembali ke masa lalu. Ingat dakon, mengingatkanku pada sahabat SD- ku namanya Ninik, Eny, Nur. Sepulang sekolah aku selalu rame-rame main dengan mereka terkadang gabung dengan anak laki-laki. Semuanya berkumpul di depan rumahku. Rumahku halaman depan dan belakang lumayan luas jadi mereka betah main di rumahku. Mainannya tergantung musim, misalnya musim gambar ya main gambar umbul, kasti atau bekelan, atau main layangan.
Nah suatu saat lagi musim main dakon. Teman-teman mengajakku main dakon dan membujukku agar orang tuaku membelikan mainan dakon ini.
Tapi sama Ibu, aku tak dibelikan,alasannya bisa buat sendiri nggak usah beli. Kalau dibelikan belum tentu diopeni (takutnya nggak aku simpan baik-baik). Karena tak dibelikan Ibu, sama asisten rumah tangga di rumah dan Ninik temanku punya ide, gimana main dakonnya di belakang rumah . Kebetulan belakang rumah ada kebun, jadi Ninik dan Si Mbak membuat lubang sebanyak 14 buah kecil dan 2 buah lubang agak besar untuk lumbungnya di tanah. Aku dan yang lain disuruh mencari kerikil atau biji sawo kecik di depan rumahku untuk isiannya.
Yo wis akhirnya kami pun main secara bergiliran . Mainnya dilakukan dua anak. Nah kalau salah satu kalah maka giliran yang lain main.
Dakon mengajarkanku bagaimana mencari untung dari pihak lawan, mengajariku daya nalar cara berdagang.
Permainan dakon dilakukan oleh 2 orang, bisa dilakukan anak laki maupun perempuan.
Cara memainkannya dua orang suit dulu, siapa yang menang akan main duluan. Sebelum bermain, setiap lubang diisi kerikil sebanyak 7 kecuali lumbung kiri dan kanan.
Yang mendapat giliran main duluan bisa memilih salah satu lubang , lalu mengisikannya satu per satu ke setiap lubang di sisi kanannya. Bila biji habis berisi lubang biji lainnya, si pemain dapat mengambil biji tersebut dan melanjutkan mengisinya. Tapi bila habis di lubang yang besar atau lumbung, maka pemain dapat bermain kembali.Namun bila bijinya habis di lubang kecil sisi lawan yang tak ada isinya maka permainan berhenti maka giliran pemain berikutnya bermain. Namun, jika biji terakhir di lubang kosong milik pemain pertama dan di depan lubang biji lawan berisi maka si lawan ketembak. Maka biji yang berada di depan lubang dia berhenti,akan menjadi milik pemain pertama dan dimasukkan ke lumbung pemain pertama.Permainan akan selesai bila satu pemain lubangnya sudah tak ada bijinya. Atau seluruh biji dari pihak pertama masuk ke lubang lawan. Pemenang ditentukan dengan menetukan jumlah biji di lumbung yang terbanyak.
Walau kami hanya main di tanah dan menggunakan kerikil kami tetep tertawa bahagia. Dalam hati aku tetep berangan-angan ingin memiliki dakon dari kayu atau plastik.Keinginan memiliki dakon semakin kuat saat liburan aku menginap di rumah Budheku.Aku melihat mainan dakon berbentuk naga dipajang di dekat tangga lantai 2.Dakonnya terbuat dari kayu jati . Dulu setiap bermain dakon dengan sepupuku, aku hanya bisa memegang dan mengagumi sambil membatin dalam hati, suatu saat aku ingin punya dakon seperti punya budhe ini, entah kapan aku harus punya untuk kujadikan hiasan dan akan kuajarkan pada anakku kelak cara main dakon.
Baru setelah aku menikah, aku bisa memiliki dakon.Dakon naga terbuat dari kayu jati (persis seperti punya Budheku dulu) diberi oleh mertua dan aku sendiri pun beli dakon yang terbuat dari kayu yang dicat batik lengkap dengan biji dari kerang.Usia dakon dari kayu jati berbentuk naga itu, mungkin sekitar 33 tahun. Kata Ibu mertua, beliau membeli dakon itu saat adik ipar bungsuku masih TK sekitar tahun 1980-an .Katanya, "Bawa aja dakonnya di rumah juga sudah jarang yang main dan hanya teronggok sepi di rak pojokan garasi." Alhamdulillah dapat rejeki, itulah rahasia rejeki dari Allah dulu aku hanya bisa mengagumi, sekarang malah aku bisa memiliki.:)
Kalau mati lampu, untuk ngisi waktu selalu kuhabiskan main dakon dengan Lantip. Terkadang aku pura-pura kalah biar Lantip puas, lumbungnya penuh. Kata Lantip, "Ini tabunganku, nanti mama ngutang ya.Tapi jangan khawatir, berhubung aku anak baik, nih nggak usah utang tapi aku beri lebihan biji di lumbungku di lubang Mama." Oh so sweet. :)
Begitulah kalau Lantip lumbungnya penuh dan menang main dakon.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway Permainan Masa Kecil yang diselenggarakan oleh Mama Calvin dan Bunda Salfa
Dakon ini bukannya namanya COngklak kan ya. Kan kalau nda salah biji yang digunakan berbentuk kerang gitu hihihihii
ReplyDeleteIya Pak, dakon sama ja congklak . saya jaman dulu mainnya pakai kerikil atau biji sawo. Kalau sekarang sudah ada kerang.
DeleteAku dulu juga suka mainan dakon, seruuu :)
ReplyDeleteIya mbak seru. :)
DeleteDakon mainan khas anak perempuan yang Jeng. Permainan ini sekarang sudah langka.
ReplyDeletePermainan anak-anak berkembang sesuai jamannya. Namun ada juga permainan yang lestari, masih eksis hingga sekarang. Layang-layang misalnya masih digemari oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Kini gadget sudah menjadi idola karena bisa main games di sana. Bukan hanya monopoli anak kota tetapi juga anak-anak di pedesaan.
Salam hangat dari Surabaya
Terima kasih Pakdhe,
DeleteDakon di tempat saya bukan monopoli mainan anak perempuan. Asal bisa main pasti senang.
Main layang-layang dulu saya suka di bekas sawah habis panen, dan sering dimarahi Bapak sama Eyang. Pasti dibawain githik disuruh pulang. Bener Pakdhe mainan lokal sudah tergerus oleh mainan gadget.
Dulu tuh ya aku sampai jadi pemulung buah tanjung kalau pulang sekolah. Sepanjang jalan dari sekolah ke rumahku di Solo ada pohon tanjung, jadi aku mungutin dan sampai rumah diambil isinya buat biji dakon
ReplyDeleteKalau mbak astri mungutin buah tanjung maka aku munguti kerikil :)
DeleteDulu tuh ya aku sampai jadi pemulung buah tanjung kalau pulang sekolah. Sepanjang jalan dari sekolah ke rumahku di Solo ada pohon tanjung, jadi aku mungutin dan sampai rumah diambil isinya buat biji dakon
ReplyDeleteAku malah suka main dakon dengan isi biji sawo. Xixixi. Permainan ini memang tak terlupakan.
ReplyDeletewah asyik mainnya saling berbagi biki congklak :) Yuk menenang permainan masa kecil dengan anak-anak kita sekarang . Terima kasih sudah berpartisipasi ya mbak
ReplyDeleteentah udh berapa tahun terakhir aku liat/pegang benda ini udh lupa juga cara main nya, aku angkatan 90's dan waktu kecil masih ngerasain permainan ini :(
ReplyDeleteAku juga ngalamin main congklak pake tanah. pas dibeliin yang plastik pertama kali, rasanya terharu banget :')
ReplyDelete